Posts Tagged ‘Patogenesis’

kanker paru terdiri atas bermacam-macam jenis yang dibedakan atas histopatologi sampel yang diperiksa

via Kanker paru sangat bermacam-macam jenisnya lho !!.

Saat ini obat-obatan pilihan utama untuk asma adalah obat-obatan yang bekerja di Beta2 adrenergic reseptor. Mulai dari salbutamol (albuterol) yang bekerja secara short acting dan salmeterol yang bekerja secara long acting mempunyai “main” effect di Beta-2 adrenergic receptor. Berdasarkan pengalaman klinis banyak dokter mengemukakan terdapatnya perbedaan respon pengobatan saat menggunakan obat-obat diatas pada pasien meskipun mempunyai tingkat “keparahan” yang sama. Walaupun tidak dapat disangkal bahwa berbagai faktor mempengaruhi respon pengobatan obat-obat Beta2 agonist tersebut tetapi faktor genetik diperkirakan mempunyai peranan yang sangat penting.

Untuk itu beberapa peneliti memeriksa gen yang berhubungan dengan beta-2 adrenergic receptor tersebut. Gen ADBR2 merupakan gen yang bertanggungjawab untuk kerja receptor tersebut. Gen ini hanya mempunyai 1 exon dan mengkodekan 413 asam amino. Gen ini berada di kromosom 5 dan memiliki 4 variant yang penting. Variasi genetik atau sering disebut juga polymorphism adalah perbedaan urutan nukleotide pada masing-masing individu yang komposisinya lebih dari 1% dari jumlah populasi. Sedangkan jika jumlah variasi genetik tersebut kurang dari 1% dari populasi maka disebut mutasi. Sehingga polymorphism itu merupakan sesuatu hal yang normal dalam populasi tetapi perbedaannya dapat menimbulkan perbedaan kerja. Sebagai contoh gen ADBR2 ini, pada seorang individu pada codon 16-nya mempunyai asam amino Arginin tetapi pada individu lainnya mempunyai asam amino glycine. Lalu apa perbedaan dari kedua individu tersebut yang memiliki perbedaan ekspresi asam amino yang berbeda tersebut?. setelah diteliti diketahui bahwa pada individu dengan homozygot Arginin maka akan cendrung mengalami penurunan FEV1 (Force expiratory volume)(kemampuan parunya berkurang) meskipun dengan pengobatan salbutamol jika dibandingkan dengan individu dengan homozygot Glycine. Artinya dokter dapat memprediksikan bahwa pada individu dengan ADBR2 yang codon 16 nya adalah homozygot Arginin akan sulit pengobatannya karena respon obat kurang begitu baik.

Begitu juga variasi ADBR2 pada codon 27. Terdapat variasi individu antara individu dengan glutamine dan asam glutamic. Dimana terjadi perbedaan vasodilatasi (pelebaran) saluran napas setelah pemberian obat-obat beta2 agonist. Sehingga berdasarkan perkembangan genetik tersebut maka klinisi dapat memperkirakan efek terapi pada pasien dengan begitu dapat men-design obat-obat yang cocok serta efektif untuk pasiennya. 

Sore kemarin saat mata mulai tidak kompromi, saya memaksakan diri untuk seperti biasa hari Selasa dan Kamis mengikuti laporan kasus di Second Internal Medicine Dept (kokyuki naika-respiratory medicine) Hiroshima university hospital. Hari itu saya cukup beruntung bukan hanya kasusnya menarik tetapi  juga duduk dekat dua orang sensei (dokter paru) yang cukup fasih berbahasa Inggris. Seperti biasanya kebanyakan kasus yang dilaporkan adalah kasus kanker paru dan interstitial disease (penyakit parenkim), tetapi hari itu ada kasus menarik yang dilaporkan yaitu pasien dengan diagnosis Hypersensitivity pneumonitis kemudian juga ada kasus Diffuse lung disease cause drug induce Thalidomide dan Sarcoidosis. Bagi saya pribadi kasus-kasus tersebut sangat menarik karena belum pernah saya dapati saat di Indonesia. Sebenarnya ketiga penyakit yang saya sebut diatas masih termasuk dalam group penyakit Interstitial disease tetapi masing-masing mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Singkatnya kali ini saya akan membahas sedikit tentang hypersensitivity pneumonitis  yang baru saja di baca..

Hypersensitivity pneumonitis atau sering juga disebut dengan extrinsic allergic alveolitis. Dari kata allergic tersebut kita sudah dapat menduga ini pastinya ada hubungan dengan alergi ataupun faktor imun. Memang penyakit ini berhubungan dengan reaksi imun yang terjadi didaerah alveoli (komponen terkecil paru) akibat paparan antigen (benda asing). Antigen yang masuk melalui inhalasi (hirupan) udara bebas dan sangat berhubungan dengan pekerjaan seperti pada petani ataupun berhubungan dengan hobi. Secara garis besar antigen penyebabnya tersebut dapat dibagi atas :

  • Fungal=Jamur, banyak ditemukan pada petani sehingga sering juga disebut farmer’s lung
  • Animal=Binatang, sering ditemukan pada orang-orang yang hobi memelihara burung.
  • Bacterial,banyak ditemukan pada orang pekerja deterjen karena terdapatnya Baccillus subtilis
  • Inorganic, sering disebabkan oleh paparan Nitrofurantoin, Toluena
  • Uncertain, belum diketahui secara pasti seperti Sauna lung, insectide lung

Walaupun penyakit ini berhubungan dengan reaksi inflamasi (peradangan)-reaksi imun, tetapi hubungan pasti masih belum banyak diketahui. Disamping itu pengaruh genetik juga dianggap berperanan dalam penyakit ini. Hal ini terlihat dari adanya hubungan variasi TNF alpha (sejenis faktor inflamasi) pada seseorang dengan kerentanan untuk timbulnya penyakit ini. Walaupun begitu saat ini sudah menjadi acuan umum bahwa penyakit ini diduga berhubungan dengan kombinasi reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV sebagai akibat paparan antigen. Hipersensitifitas tipe III dan IV merupakan dua tipe dari 4 tipe reaksi hipersensitif tubuh. Reaksi hipersensitifitas tipe III merupakan reaksi dimana antigen dan antibodi bergabung/berikatan menjadi suatu komplek imun sehingga disebut juga immune complex. Sedangkan pada tipe IV(cell mediated or delayed hypersensitivity), antibodi tidak banyak berperanan karena disini lebih dominan karena aktivasi makrofag, natural killer cell. Sehingga pada hypersensitivity pneumonitis lebih banyak ditemukan limfosit-T (CD8) dan pada pemeriksaan darah tepi akan ditemukan peningkatan sel darah putih terutama neutrofil.

                                                         taken from http://www.pilotforipf.org/imagelibrary/2006_lib/img_20.php

Secara klinis, gejalanya yang ditemukan sangat bervariasi mulai akut sampai kronik. Banyak ditemukan dalam keadaan gagal napas (respiraory failure) karena gangguan keseimbangan ventilasi-perfusi. Hal ini terjadi karena memang kerusakan terjadi pada alveoli-kapiler, tempat difusi dan perfusi (aliran darah) oksigen.

Secara umum menghindar dari paparan antigen atau memakai masker saat bekerja atau saat melaksanakan hobi yang rentan paparan antigen masih merupakan usaha terpenting untuk mencegah timbulnya lagi penyakit ini. Untuk obat pemberian kortikosteroid masih merupakan pilihan pada penyakit yang berhubungan dengan reaksi imun ini.

Kebanjiran..emangnya ada air kiriman dari bogor..hehe..kali ini kita membicarakan kebanjiran, tetapi bukan banjir yang masih sering terjadi di Jakarta, biarlah itu di urus pak Fauzi Bowo yang katanya ahli menata ibukota..piss pak..

Kita akan mencoba menjelaskan tentang kebanjiran di paru, atau sering kali diistilahkan dengan efusi pleura (pleural effusion). Efusi pleura adalah suatu keadaan terkumpulnya cairan di rongga pleura (rongga pembungkus paru). Untuk lebih jelas coba lihat gambar dibawah ini
Seperti terlihat digambar terlihat suatu rongga yang menyelimuti paru, itulah yang disebut rongga pleura (pleural cavity). Dalam keadaan normal didalam rongga tersebut terdapat kurang lebih 1 ml cairan yang berfungsi mirip seperti pelumas agar tidak terjadi gesekan diantara kedua selaput pembungkus paru. Karena pengaruh gradien tekanan yang tinggi di pleura parietal (pembungkus luar) yang terdapat sirkulasi sistemik maka cairan limfe akan diabsorbsi di mediatinal lymph node setelah melalui pleura viseral (pembungkus dalam) yang mempunyai tekanan rendah dari pulmonary sirkulasi. Proses filtrasi dan absorbsi yang lancar dari pembungkus luar ke pembungkus dalam akan membuat cairan  tidak terakumulasi pada rongga pleura.

Sama seperti halnya dengan Jakarta yang selokan serta pengaliran air yang tidak lancar, maka gangguan filtrasi dan absorbsi antara pleura parietal dan pleura viseral yang terganggu menyebabkan kebanjiran pada rongga pleura. Kondisi itulah yang disebut efusi pleura. Akumulasi cairan pada pleura tersebut dapat dibedakan atas:

  • Transudat: biasa disebabkan bukan  karena adanya penyakit pada paru tetapi lebih disebabkan perubahan tekanan sirkulasi pulmoner dan tekanan onkotik diparu sehingga gradien tekanan antara pleura parietal dan viseral terganggu. Diantara penyakit yang menyebabkannya adalah gagal jantung, gagal hati (sirosis hati), gagal ginjal, Meig’s syndrome dll)
  • Eksudat: ini biasanya disebabkan oleh terdapat penyakit di paru seperti tuberkulosis, kanker paru, mesothelioma dsb. Hal ini bisa terjadi karena produksi cairan yang banyak yang tidak mampu diserap secara maksimal atau bisa juga karena sumbatan pada kelenjar limfe yang akan mengabsorbsi cairan yang diproduksi.
  • Haemotorax: cairannya berupa darah, dan biasanya terjadi karena trauma, benign asbestos pleural disease.
  • Chylous effusion: cairan pada pleura mirip seperti susu. Ini merupakan akumulasi cairan limfe, dapat terjadi pada penderita limfoma, tuberkulosis, trauma dan juga pada pasien setelah operasi.

Mengenai penanganannya akan kita bahas pada tulisan lanjutan atau segera hubungi dokter paru yang terdekat.

Paru menguncup?..apakah bisa?..

Iya, kondisi paru yang menguncup, dalam bahasa medisnya disebut juga pneumothorax. Dalam kondisi normal proses pernapasan sangat dipengaruhi oleh perubahan tekanan. Saat kita bernafas, didalam paru mempunyai tekanan negatif sehingga udara luar yang bertekanan positif akan mudah masuk kedalam paru, sebaliknya pada saat ekspirasi (membuang napas) tekanan dalam paru lebih positif dibanding udara luar sehingga udara dalam paru mudah terjadi, walaupun proses tersebut juga dipengaruhi faktor lain seperti compliance dll.

Lalu apa hubungannya dengan paru yang menguncup..? Ya..proses penguncupan (pneumothorax) juga sangat berhubungan dengan perubahan tekanan pada paru. Paru kita dibungkus oleh dua selaput yang tipis yang disebut pleura viseralis (membungkus langsung paru) dan pleura parietalis (berhubungan dengan rongga dada). Rongga diantara kedua selaput tersebut disebut juga rongga pleura dan normal mempunyai tekanan negatif terhadap paru. Sehingga saat bernapas (inspirasi) dan membuang napas (ekspirasi) maka rongga pleura tidak berperanan sekali. Maka saat tekanan dalam rongga pleura lebih positif dibanding paru maka rongga ini dapat mendesak paru sehingga paru menguncup yang berakibat kemampuan paru untuk mengambil oksigen jauh berkurang sehingga menimbulkan keluhan sesak napas.

Kondisi rongga pleura bertekanan positif tersebut terjadi karena terdapatnya “hole”, “bleb” pada pleura viseralis sehingga rongga pleura berhubungan dengan udara atmosfer atau rongga pleura yang berhubungan dengan udara atmosfer karena trauma. Kondisi yang disebut pneumothorax ini terbagi atas dua yaitu primary pneumothorax , jika tidak ada penyakit paru yang mendasarinya. Dapat terjadi pada orang normal dan biasanya pada orang dengan postur tubuh tinggi, kurus.Kedua yaitu secondary pneumothorax, jika ada penyakit paru yang mendasarinya seperti PPOK (penyakit paru obstruksi kronik). Untuk penanganannya, kedua pembagian pneumothorax itu sama yaitu membuat rongga pleura lebih negatif dibanding paru sehingga paru dapat mengembang (bayangkan seperti balon..).

Pada keadaan paru yang menguncup kurang dari 20% biasanya hanya dilakukan observasi sambil dipesankan kepada pasien agar segera ke RS jika merasa tambah sesak napas. Tetapi jika penguncupannya lebih dari 20% maka dokter paru akan melakukan pemasangan intercostal tube (WSD=water sealed drainage). Seperti yang terlihat pada video ini

atau bisa juga dilakukan teknik aspiration(penghisapan) pada pnemothorax yang kecil.

Sebagaimana diketahui kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak diantara penyakit kanker lainnya. Penyebab terjadinya kanker sebagaimana diketahui adalah merokok.
Second primary cancers adalah suatu keadaan timbulnya kanker primer lainnya pada tubuh. Hal ini harus dibedakan antara metastasis (penjalaran kanker dari sumber utamanya) dengan second primary cancer (timbulnya kanker “original” pada lokasi yang berbeda). Kaitan second primary cancer dengan kanker paru adalah pada pasien kanker paru dapat terjadi proses second primary cancers juga. Sekali lagi harus dibedakan antara metastasis yang juga dapat terjadi pada kanker paru.
Penyebab second primary cancer disebabkan fenomena yang dikenal “field cancerization” yaitu suatu kondisi kelainan yang sama pada beberapa organ yang berbeda karena diperkirakan mempunyai paparan carcinogen yang sama. Pasien dengan upper aerodigestive tract (head, neck, esophagus dan lung) mempunyai risiko tinggi terjadinya proses second primary cancer. Hal ini diperkirakan karena terjadinya paparan penyebab carcinogenesis yang sama pada organ-organ tersebut.
Pada kanker paru, kondisi ‘second primary cancer’ dapat terjadi pada pasien yang mempunyai masa tahan hidupnya lebih lama dan biasanya tipe histologinya pada kasus seperti ini adalah squamous cell carcinoma.
Tetapi untuk memastikan agen penyebab pasti dari kondisi ini belum dapat dilakukan karena kesulitan dalam penelitiannya.